Hari Minggu pas suami pulang, kita bertiga (ma si kecil Faiz) jalan-jalan, berangkat jam 6.30 pagi. Rencana mau ke pasar, tapi Ayahnya Faiz malah parkir di alun-alun. Oh,tenyata tiap Minggu pagi alun-alun Banjarnegara jadi car free area (dah tiga tahun hidup di Banjar dan gak tahu tentang ini T_T) . Kita ajak deh Faiz muter-muter,lihat orang-orang pada aerobic, jogging, main bola, naik sepeda, dorong kereta bayi, dan lesehan makan bubur ayam. Capek muter,kita cari tempat duduk. Lalu ada yang manggil Faiz,ternyata tetangga satu komplek,nganter anaknya yang berumur tiga tahun belajar naik sepeda.
Dan mungkin lewat itulah godaan setan datang. Ayah tiba-tiba pengen banget beliin Faiz sepeda (padahal umurnya belum nyampe dua tahun). Dari rumahpun niatnya cuma ke pasar nyari bawang, kencur n jeruk nipis buat batuknya Faiz.
Karena dari rumah ga sarapan,plus habis jalan keliling alun-alun, kita mulai kelaparan. Ayah pengen soto. Ternyata di Banjar ga ada soto yang udah siap pagi-pagi. Ayahpun misuh-misuh, di Jogja aja soto pagi-pagi dah jual, koq disini enggak. Bakso malah udah jualan. Benar-benar kota yang aneh menurut dia. Dan,kayak orang ngidam aja lelaki satu ini,kelaparan berat sekalipun, tetep harus makan soto,ga mau bubur,nasi rames,or burjo. Gagal makan soto, kita lanjut ke pasar. Selain beli barang-barang yang udah ada di daftar belanja,juga beli terong,teri,sawi,tahu,tempe, dan bolu. Kekalapan saat belanja itu dipastikan karena perut lapar dan godaan setan (ditambah ayah yang profesinya koki jg seneng jalan ke pasar ky ibu-ibu). Selesai belanja,bukannya langsung pulang,ayah malah mampir ke toko sepeda. Ayah bilang cuma mau survey aja. Ternyata sepeda ukuran paling kecil yang sesuai dengan bodinya Faiz harganya 350ribu. Setelah ditawar,yg jual mau kasih harga 225ribu. Ayah bilang,beliin aja ya bun… dan bunda sebagai istri yang patuh mengiyakan (kayaknya istri yang patuh belum tentu istri yang baik dech,hehe..).
Kamipun pulang membawa dua kantong besar sayur dan sepeda baru.
Di rumah, asisten kami sudah menyiapkan oseng buncis dan telur dadar. Karena tadi pas belanja udah ngiler bayangin terong balado pake teri, sang asisten saya komando membongkar belanjaan. Sreng sreng sreng… sambil menunggu terong balado pke teri, kita sarapan dengan apa yang sudah siap. Dalam waktu satu setengah jam siaplah terong balado, ca sawi, dan tempe goreng. Kalo ditambah hidangan sisa sarapan, buncis dan telur dadar, kami punya lima hidangan. Padahal kita dah kenyang makan pke oseng buncis.
Nah,siapa yang mau makan nih? Tanya ayah. Ayah dong,yg makan!
Tiba-tiba saya jadi inget nasihat mbah putrinya Faiz. Jangan buang-buang makanan kalo ga mau melarat (ngeri banget kata ‘melarat’nya). Kayaknya ini bukan tahyul belaka. Buang makanan memang kesannya ga bersyukur pada Allah. Saya jadi flashback ke dosa-dosa ketidakbersyukuran yang lain. Bukan cuma makanan yang sering saya buang, tapi air, kertas, dan uang (dengan beli barang-barang yang pada akhirnya ga kepake alias mubazir). Dan satu lagi yg sering sy sia-siakan, WAKTU. OMG,jika saja orang bisa mengefektifkan segala sumber dayanya, meminimalkan segala kemubaziran,dy akan cepet kaya. Jika kesia-siaan terus menerus terjadi, maka yang terjadi sebaliknya.
nitaminutes 
Posted on Juni 10, 2012
0